Hai, kau yang menunggu ceritaku lewat bait link instagramku. Apa kabar? Apa matamu masih bisa dipakai untuk mengerjap? Apa hidungmu masih berfungsi untuk bernapas? Apa gigimu masih bisa menggeretak sambil menguatkan rahangmu?
Setiap kali kuputar lagu Fiersa Besari, selalu saja teringat kamu. Siapa yang pertama kali memutar lagunya? Berkali-kali? Seketika aku langsung jatuh cinta, yang kini membuatku jatuh tanpa cinta disetiap putaran lagu. Btw, sekarang tengah kuputar juga. Judulnya, April.
Ada satu judul yang membuatku patah hati setiap mendengarnya, kamu pasti tau alasannya. Biar kita saja yang tau, jangan berbagi rahasia negara. Beberapa kali kuberanikan untuk melihatmu, yang sadar bahwa tatapannya tak dibalas. Beberapa kali juga aku tersenyum, ketir. Kalau ini maumu, kamu berhasil.
Aku sekarang seperti berlari tanpa henti, karna dipaksa menjadi jati yang bukan diri sendiri. Ku menyerupai orang lain, bahkan di depan orang terspesial yang aku punya. Aku dipaksa menyimpan rahasia, sesakit ini kah? Apa kau dulu juga sesakit ini?
Gelap, aku buta arah. Aku seperti narator tanpa narasi. Aku bahkan tak tau apa isi hatiku dan apa mauku. Yang pasti aku masih sadar, aku sekarang miliknya siapa. Tapi, kertas yang sudah robek, tak akan kembali seperti semula kan? Jadi aku memutuskan untuk diam, berusaha untuk tak berbisik sekalipun. Melihat dalam diam.
Aku masih ingat bagaimana angin malam menerpa wajahku sampai ke ujung rambut. Caramu merapatkan jaketku, memarahiku ketika pelukanku tak sekencang laju motormu. Bagaimana kamu memandangku dan caramu menghajar lelaki yang berani menyentuhku. Gerikmu yang dengan lantang mengumpati orang yang menyakitiku, ungkapmu saat mendiamkanku yang tengah terisak.
Sekarang tengah kuputar lagunya yang berjudul Nadir. Bolehkah kita mengulang masa-masa indah itu? Kutak mengerti apa yang terjadi hingga berakhir. Bagaimanakah kabarmu? Berhasilkah lupakanku? Diriku yang bodoh ini masih mendamba hadirmu. Eitt, itu liriknya haha.
Sebelum dirimu pergi, dan janjimu hilang arti, lihatlah perjuanganku. Namun jika memang harus berakhir sampai disini, biarku berharap dengan hati yang keras kepala. Hmmm, kurang lebih seperti itulah liriknya.
Kita seperti nadir, dua orang asing yang tidak saling tanya. Padahal, dulu pernah menjadi orang yang pertama yang ingin kita beritahu sesuatu hal sekalipun sepele dan tempat menangis tersedu-sedu ketika dunia menampar pipi kita. Padahal, dulu sering tak bisa tidur karna ingin bertemu dan menunggu kecupan di keningku setiap malamnya. Padahal, dulu selalu memutari kota Yogyakarta untuk membuatku kantuk. Padahal, padahal.
Jadi, kubiarkan kamu tahu bahwa aku tengah memperhatikanmu. Selalu bertemu denganmu tak membuatku baik-baik saja jika berpapasan denganmu. Aku yakin, kamupun begitu. Aku sudah muak, setiap sudut kota ini mengingatkanku tentangmu, dan tentang dia yang pernah menoreh luka dan membengkak. Aku perlu keluar dari kotak ini, kotak yang kita isi dulu.
Aku letih, aku letih menangisi hal yang tak pasti. Suaraku lirih, karna tak sanggup memutari cerita dengan orang yang berbeda. Aku perlu keluar dari sini, melupakanmu. Aku baru teringat, dulu aku bukan saja membutuhkan orang baru, tetapi juga kota baru. 4 bulan tak cukup membuatku amnesia sebagian. Tak cukup. Jadi, kuputuskan untuk pergi jauh darimu, 14 bulan lagi.
0 komentar:
Posting Komentar