Kamis, 26 Juli 2018

Berhenti

Diposting oleh Alda Putri di 10.47
Katanya sih sudah tak cinta, tapi sering mencuri pandang. Aneh pikirku, yang sedang merindu walau tak sampai. Aku disini duduk di tepi kasur, menarik kursi di sebelah kananku, meletakkan pelan laptopku di atasnya, memutar instrumen piano Yiruma, dan menyelimuti sebagian tubuhku dengan selimut cokelat bercorak LV. Sekarang yang kuputar instrumen piano yang berjudul Falling...

Beberapa waktu belakangan ini aku seperti perempuan gila, yang sebentar bersedih sebentar bahagia. Aku memang sempat hilang akal, sebentar. Aku belum menemukan sudut nyamanku, aku masih berjibaku di luar tenda. Aku perlahan mengerti setelah mencari tahu apakah ada yang salah dengan pola pikirku. Depresi, karena apa? Aku tak tahu. Semua seakan tak normal, aku mulai merespon segala hal secara berlebihan. Aku ingat betul bahwa aku pernah merasakan ini, dan kehilanganmu...

Aku tak mau kehilangan untuk kedua kalinya, jadi sekarang aku belajar untuk memendam saja. Kubiarkan tangis ini melunturi riasanku, sepanjang aku nyaman. Kubiarkan tawa ini menggelegar, sejauh aku lupa. Aku tak bisa terus-terusan memaksa seseorang untuk terus disampingku, jadi kupaksa diriku untuk mengerti. Sulit memang, tapi bukankah aku pernah berhasil melewati masa terberatku dulu?

Bingung, ketika aku berada di persimpangan yang kini landai. Aku sekarang tahu bahwa sudah saatnya bagiku untuk melepas. Jadi, aku akan melepasmu, mengikhlaskan kalian di belakangku, dan mengalihkannya terhadap mereka yang sedang berada di samping dan depanku. Aku memang menangis selama berbulan-bulan, tapi sudah cukup rasanya. Aku akan berhenti mengandai-andai hal yang tak pernah terjadi, aku juga tak akan berharap terlalu besar terhadap siapapun itu...

Perasaanku tak enak terhadap diriku sendiri, jadi kuputuskan untuk mulai egois. Ini semua seperti kapal karam yang dipaksa berlayar dan berakhir ditelan ombak. Kita seakan menunggu pelangi setelah hujan, tapi yang ada malah kabut kelabu. Seperti beruang yang kehilangan madunya, dan layaknya jemari yang kehilangan pelananya. Terbakar, sebentar saja...

Maka dari itu, sekali lagi jeritanku memaksa untuk menyerah. Aku tak kuat terseok begini sayang. Aku tak sanggup jika kau terus-terusan berlari menjauh. Aku tak bisa bermimpi tanpa kau yang mengisi. Aku tak bisa menguntai tanpa benang untuk membuatkanmu syal hangat. Aku, berhenti.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos