Kamis, 12 Juli 2018

Jadi

Diposting oleh Alda Putri di 23.59
Jadi, aku baru saja membaca hampir keseluruhan tulisan yang kuunggah tahun lalu. Sambil mendengar lagu yang terlantun ketika kalian membuka blogku via pc, kubaca dengan teliti, satu persatu. Inilah yang kusukai dari membaca, tentunya sambil mendengar lagu tertentu. Aku seperti ditarik kembali ke masa-masa dimana aku menulisnya, perasaanku seakan tahu betul apa yang kurasakan saatku mengetik cerita bait demi bait. Coba tebak, aku kembali menangis membacanya. Tak hanya tangisan kesedihan, tapi kecewa...

Aku baru sadar, ada sesuatu di hatiku yang tidak sembuh sempurna, tak peduli seberapa kuat kamu berusaha untuk mengobatinya. Luka ini bukan hanya karenamu, tapi juga karenaku. Bahkan, aku membaca surat cintaku untukmu dengan air mata juga. Berpikir, seburuk apa nasibku dulu memperjuangkan hati yang ternyata belum menjadi milikku. Jadi, apapun yang terjadi dan kukatup rapat-rapat dalam perasaanku sekarang, bisakah dikatakan bahwa ini merupakan cara Tuhan agar kamu mengerti apa yang kurasa?

Kasihan, bodoh. Aku tak bisa menceritakan sejauh apa kedua kata itu bermakna bagiku. Aku malah kembali melihat tanggal dimana aku menulis unggahan tersebut. Bulan depan genap setahun berlalu, tapi masih ada yang berbekas. Lalu, tadi kuputuskan untuk mengajak bertemu seorang temanku yang juga temanmu. Tapi, maaf, disini aku hanya ingin menceritakan segala hal tentang diriku yang tak kunjung selesai dengan waktu yang terlampau lama. Setahun, dan masih saja sama?

Dia mengabariku jika kami bisa bertemu sekitar awal bulan dan aku akan mengabarinya setelah mendekati hari H, dia pun menyetujui. Aku kira ini cukup kuceritakan disini tanpa memberitahumu. Tak ada niat untuk mengulang cerita kembali, aku hanya ingin fokus untuk mengobati diriku sendiri. Setelah ini, aku harus bisa hidup dengan perasaan yang lapang. Harus.

Kepulanganku ke Medan tak terasa tinggal 9 hari lagi, kebanyakan hari kuhabiskan untuk bertukar cerita dengan sepupu-sepupuku, sesekali kami menonton film Ant-Man di Plaza Medan Fair. Akupun bercerita tentang niatku untuk tak menetap di Medan. Kota ini terlalu padat tentang kesedihanku yang dulu. Setiap tempat berisi tentangnya yang masih memenuhi sudut kota, sudah hampir sama tercemarnya dengan Yogyakarta. Kami bercerita juga tentang negara yang mungkin akan kujadikan tempat untuk melanjutkan studiku, Belanda, Australia, dan Inggris.

Sepulang dari Medan, seorang temanku pun tampaknya sudah siap untuk bertemu dan mendiskusikan hal yang tak jauh dari Hukum Internasional dan Scholarship. Kami sudah berteman sejak semester pertamaku disana, dan kurasa kami cukup kompak jika disuruh berdiskusi tentang suatu hal. Lucu rasanya mengingat bagaimana caranya membuatku mandiri, seperti memberiku jawaban di antara konvensi berbahasa inggris. Maknanya tersirat, lantas ia menyuruhku membaca keseluruhannya. Biar tak manja katanya.

Temanku ini juga sedang menghadapi hari-hari beratnya, dan aku juga ingin bertanya mengenai cara bagaimana ia menyampingan hal-hal yang men-distract dirinya. Kami sering bertukar informasi tentang apapun itu, baik tentang studi maupun hal lain. Pernah suatu ketika saat kami duduk di meja dimana kami dulu pernah belajar bersama sekitar hampir 3 tahun yang lalu, ia menertawakan karena disana kami ditemani juga dengan seseorang yang sebegitu awarenya terhadap teman-temanku. Sebentar saja, setelah itu kami kembali terhanyut ke dalam pembahasan Hukum Laut Internasional yang menuntut kami membaca UNCLOS sampai khatam.

Setiap orang mempunyai masalahnya sendiri, jangan pernah berpikir bahwa masalahmu adalah masalah yang paling berat. Ya, akhir-akhir ini aku sering mengutip kalimat dari orang-orang yang menasihatiku, benar-benar meresapi mana yang harus kukutip dan mana yang tidak. Banyak hal-hal positif yang kuserap dari sekitarku, aku berubah, kurang lebih. Perlahan, aku mulai menertawakan diriku tahun lalu.

Hal terfavoritku semenjak berada di Medan adalah sharing dengan sepupuku yang tak kunjung menemukan calon istri di umur penghujung 20 nya. Lucu rasanya ketika melihat mama yang sangat bersemangat jika sepupuku ini tertarik dengan seseorang. Kami tak hanya membahas perihal tujuanku dan berbagai rencanaku kedepannya, tetapi juga membahas perjalanan cinta kami yang selalu kandas tak bertepi haha. Kami juga selalu menunggu @tahilalats mengunggah foto yang super Mind BlowOn di tiap harinya. Tak lupa untuk membaca berita hanya dibagian komentar netizen, mencari hiburan katanya.

Aku terus menghitung hari untuk kembali ke kota Yogyakarta, kota yang membuatku lupa kampung halaman. Aku terlalu cinta akan pulau Jawa, membuatku enggan kembali ke pulau kelahiranku. Maka, sekarang kuputar lagu Sebuah Cerita Klasik yang dinyanyikan kembali oleh Rendy Pandugo, membiarkan diriku menelan semua kesedihan karenamu, merayakan kebahagiaan yang ada, dan bergegas meninggalkan kota-kota yang selayaknya tak di huni olehku.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos