Mulanya kukira normal
Makanya kudiamkan saja
Rasa gelisah dan takut kehilanganmu
Terjebak tak bisa keluar dari relungku
Kubiarkan dia menahun
Bersarang di dalam diriku
Yang kian mati rasa
Karena terlalu takut untuk mengulang cerita
Yang pernah kurobek lalu kau coret
Kau pasti tak tau
Aku selalu terisak karna hal yang tak ada
Rasa tak enak selalu saja datang
Tanpa mengetuk pintu dan membiarkanku sadar
Kalau ternyata aku hanya merindukan hari kemarin
Tanpa mau mengulangnya kembali
Dulu? Kau mau tau rasanya?
Nyaman
Aku hidup tanpa rasa takut
Padahal cerita lamaku sama
Seperti ceritaku tentangmu
Rusak, bahkan telah usang
Aku bisa tidur tanpa bermimpi buruk terlebih dahulu
Aku bisa makan tanpa tersedak
Aku bisa mengerjap tanpa kelilipan
Bahkan aku bisa hidup dengan hidung dan mulut terkatup
Aku tersiksa
Tersiksa karna diriku sendiri
Aku tak letih, juga tak bosan
Aku tak tercekik, bahkan aku makan dengan perlahan
Tapi aku tersiksa, karna jauh darimu
Lantas aku bisa apa?
Bertahan? Melepas?
Aku pilih bertahan, tapi tak berjanji sampai kapan
Semampuku, aku akan menunggu
Sampai semuanya usai, sampai aku tak perlu bergelut dengan rasa egoku
Aku heran, aku bisa hidup tenang kemarin
Aku bahagia, walaupun terkadang menangis juga
Ya, aku sadar betul apa yang kutoreh minggu lalu
Aku sadar walaupun disuntik anastesi sejam lalu
Kata orang, tak ada gunanya menyesal
Tapi untuk kali ini, kubiarkan diriku berlarut dalam penyesalan
Kubiarkan kaset yang berisi bagaimana caraku
Menghancurkan semangatnya kemarin
Terputar terus menerus, sampai aku ingat rasa sakitnya
Tapi bukan berarti aku mau kembali
Dan bukan berarti karna masa laluku seperti lagu tua untukku
Tapi karna akulah yang tak pantas untuk kembali
Ke rumah tempatku pulang untuk beberapa tahun kemarin
Aku masih menyimpan jutaan rahasia yang bisa membunuh hatimu
Aku masih menahan diri untuk tak berteriak dan membuatmu sesak nafas
Bukankah setiap orang punya rahasianya masing-masing?
Katamu tempo hari
Aku, seperti di tengah persimpangan
Macet, tak ada lampu lalu lintas maupun jembatan penyebrangan
Hanya bisa diterobos, berharap tak ada yang menabrak
Atau berharap ada yang berhenti, walaupun jarang
Ternyata, aku berada di tengah jalan
Berdiri di pembatas jalur masuk dan keluar
Terdiam, menunggu
Seperti anak kecil yang memanjat pohon rambutan
Dan tak bisa turun karna banyak semut
Atau karna tak berani?
Jadi, biarkan saja aku
Tersesat di jalan tikus yang kubuat sendiri
Menangis sambil memeluk lutut dikala lelah
Menghapus sendiri derai air mata yang turun bergantian
Melempari jendela sampai penghuninya keluar
Dan menunggu kapan sang “indah pada waktunya” muncul...
0 komentar:
Posting Komentar