Sabtu, 18 November 2017

Larut, Fajar

Diposting oleh Alda Putri di 02.30
Semester limaku sebentar lagi berakhir juga. Semester terberat, yang memaksaku keluar dari zona nyamanku, memaksaku menjalani hari diluar kebiasaanku. But, life must go on, Did I prove you if I'm still okay? Aku bisa kok..

Detik berubah menjadi menit, yang disambut jam, diantar hari, dan berujung ke bulan yang sudah dinanti tahun. Aku semakin pintar menemukan kebahagiaanku, memprioritaskannya dari kebahagiaan yang lain. Egois memang, tapi bukankah pemeran utamanya harus bahagia terlebih dahulu, agar sekodi plot dalam narasi dengan segala pemeran lain didalamnya ikut merasa bahagia? I have to do it, I can't wait someone to do this..

Dulu aku bahagia karena seseorang dan sekarang pun mungkin begitu. Tapi kebahagiaan ini lengkap rasanya, aku bahagia karena diriku sendiri juga. Aku seakan mendapati seorang gadis yang tengah menari di bawah langit kelabu, ditengah-tengah hamparan bunga matahari yang sesungguhnya amat ia sukai. Berkali-kali ia memasang topi besarnya, yang terjatuh karena sangking asyiknya ia berputar. Dibiarkannya juga gaun putihnya mengembang, terisi tawa yang selalu haus akan dahaga. Terkadang ia memang menangis, tapi tak berarti dia bersedih. Melihat sejauh mana ia berubah, apa gunanya bersedih??

Kini sang gadis berhenti melihat ke belakang, menolehkan kepala sambil tertawa terbahak, melihat perjalanan di depan yang tengah menantinya. Satu hal yang ia pelajari, ia siap untuk dunia baru. Hampir genap setahun lagi, ia akan keluar dari dunia sempit perkuliahan dan masuk ke dunia yang lebih luas lagi. Dulu ia terlalu ingin cepat menyelesaikan semuanya, dan di penghujung waktu ia lebih tenang dan seakan menikmati waktu yang berlalu. Ia mulai nyaman dengan suasana kota Yogyakarta yang akan selalu ia kenang dengan segala ceritanya, tapi tak berarti membuat dia memperlambat langkahnya. Ia tetap berjalan, tetapi dengan mata yang terkadang terkatup dan seulas senyum merona, seakan meresapi tiap simfoni..

Ia sekarang melakukan hal-hal yang biasa ia tak lakukan. Diawal memang sulit. Berhenti untuk bergantung kepada seseorang itu sukar, sungguh. Tapi, ia sudah melewatinya. Ia lebih mempunyai waktu untuk teman-temannya, pergaulannya, serta dirinya sendiri. Ia kembali melakukan rutinitas yang dulu sempat berhenti ia lakukan. Kini, ia sudah tak sabar menghampiri apa yang ada didepan, baik dengan senyuman dan mungkin dengan tangisan. Anak itu sudah tumbuh, anak yang mampu berteriak ditengah heningnya bisikan larut dan diam ditengah bisingnya kerumunan fajar..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos