Sabtu, 11 November 2017

Bandung

Diposting oleh Alda Putri di 11.22
Kubuka mata dan kupandangi dalam-dalam lampu kamarku yang meredup lalu menyala. Tepat jam 00.43 hari minggu kedua di bulan November, hujan turun dengan derasnya. Lagu Muara yang dinyanyikan Adera tengah mengalun sekarang. Aku terbawa suasana, suasana Bandung 2 bulan yang lalu..

Dengan senyum sumringah pagi hari itu, aku bergegas berangkat ke Stasiun Lenteng Agung. Kita sepakat untuk bertemu disana setelah perdebatan yang tak bisa kubantah. Aku masih mengingat dengan jelas bahwa kita janjian untuk bertemu dibawah peron Jakarta Kota. Kamu inget gak kalau kamu salah masuk gerbong kereta kala itu (masuk gerbong khusus perempuan nih yee)?? Perjalanan Lenteng Agung - Juanda terasa amat singkat karena kita tertawa sepanjang perjalanan, pastinya sambil berdiri di gerbong campuran. 

Setibanya di Juanda, kita pun melanjutkan perjalanan ke Stasiun Gambir. Aku agak lupa berapa lama perjalanan yang kita tempuh kemarin, yang aku ingat saat itu hanyalah perasaanku yang ikut tertawa bersama kita. Aku hanya ingat bahwa saat itu aku rela berlama-lama di dalam kereta hanya untuk melihat caramu membuatku tersenyum, walau terkadang gagal. Kita sempat mau menonton film dari HOOQ, tapi signal seakan bersekongkol untuk membiarkan kita larut dalam perjalanan tanpa sibuk memecah konsentrasi ke hal selain kita berdua. Kita bertukar cerita sambil memakan roti yang kita beli sesaat sebelum naik ke kereta, sampai-sampai tak sadar kita pun beberapa kali tertidur selama perjalanan. Aku masih ingat bagaimana nyamannya aku tertidur dibahumu. Kepalamu yang juga bersandar di atas kepalaku, bahkan tak mengurangi nyamannya didekatmu. Waktu berlalu, lantas kita akhirnya tiba di Stasiun Bandung tepat waktu di hari menjelang sore.

Bandung macet. Kita sampai ke tempat tujuan terlampau sore, dengan perut yang hanya terganjal oleh roti tadi. Untungnya, kita hanya perlu menyebrang untuk makan siang yang agak kepepet sore itu. Aku terbiasa memperhatikan kebiasaanmu, yang sungguh amat kusukai. Bagaimana caramu makan dan apa yang kau lakukan setelah selesai makan, semua itu kuperhatikan betul. Mungkin sederhana buatmu, tapi aku yakin hal tersebut amat membantu mas-mas/mbak-mbak yang bekerja disana haha. Tetap menjadi kamu yang seperti ini ya..

Setelah meletakkan barang bawaan dan membersihkan diri, malam itu kita memutuskan untuk bergegas ke Jalan Braga. Kamu menggenggam tanganku sepanjang jalan yang memang ramai kala itu. Tak heran, malam kemarin adalah malam minggu. Satu hal yang baru kuketahui dari dirimu dan mungkin sanggup kulengkapi, kamu pelupa. Bisa-bisanya kamu membawa kamera tanpa membawa battnya. Berkali-kali juga kamu membuatku hampir terkena serangan jantung karena kamu lupa meletakkan barang-barang penting, contohnya saja telepon genggammu yang hampir hilang di jam-jam pertama sesampainya kita di Bandung. Malam itu berlalu begitu saja, tanpa bisa kita perlambat.

Paginya, aku terbangun lebih lama dibanding dengan wacana. Kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke gedung sate, lalu ke alun-alun bandung, tak jauh dari taman yang kamu sebut sebagai Taman COC (?). Lagi-lagi kamu menggenggam tanganku erat sepanjang perjalanan dan lagi-lagi juga aku mulai menyukai kebisaanmu yang lain. Kamu sibuk mengambil berbagai foto disana. Kita sempat tertawa bersama karena ekspresi anak perempuan yang tertangkap kamera saat ia naik andong, sungguh menggelitik memang. Kupat tahu, jus mangga, dan jajanan lain yang aku lupa namanya pun kita cicipi satu persatu. Setelah mengambil beberapa gambar tsubasa di Taman COC-mu dan ditegur bapak yang mungkin bekerja untuk menjaga taman itu, kitapun bergegas kembali untuk mengambil koper dan tas, yang selanjutnya menuju ke Stasiun Bandung. Masih sempat-sempatnya kita menyinggahi jajanan khas bandung yang memang sedari dulu aku inginkan.

Perjalanan pulang berlalu begitu saja. Kita tak bersebelahan saat itu, jahatnya kamu membiarkan aku duduk disebelah laki-laki lain. Haha, bercanda kok. Kita sempat-sempatnya makan di dalam kereta dan tertidur di kursi masing-masing. Seingatku, kita sampai di gambir agak melewati dari waktu yang ditentukan. Mau tidak mau, kita langsung bergegas ke Bandara Soekarno-Hatta saat itu juga. Hujan mengantar kita selama perjalanan. Saat itu, berulang kali aku memandangi punggungmu yang berjalan didepanku. Berkali-kali kutampar perasaanku yang belum percaya. Belum percaya bahwa lelaki yang tengah berjalan itu adalah lelakiku. Kubiarkan saja diriku memandangimu dari belakang tanpa mengerjap, yang pasti tak kamu sadari.

Setibanya di Bandara, kamu memintaku untuk duduk bersamamu satu jam kedepan sembari menunggu hujan agak reda. Akupun menyanggupinya karena memang keberangkatanku masih sekitar 2 jam lagi. Kita lagi-lagi tertawa disana, saling berpandangan seakan tahu setelah ini jarak akan memenangkan persaingan. Cerita-cerita kita akhirnya berujung di menit ke 60. Kamu akhirnya mengantarku sampai ke depan pintu masuk untuk check in. Kali ini, aku menyukai kebiasaan baru kita. Aku menyalami tanganmu, hal yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Hal ini memang akhirnya selalu kita lakukan sekarang. Maka hari itu, genap rasanya bahwa aku telah menitipkan kamu dan cerita kita dengan sang jarak, yang kuharap mampu terkikis habis detik demi detik, oleh sang waktu.

Mungkin aku belum mengucapkan ini, tapi terima kasih ya sudah mau repot-repot pagi itu berangkat dari Tangerang ke Lenteng Agung yang jaraknya bukanlah dekat.
Terima kasih sudah bersikap manis selama perjalanan. 
Terima kasih untuk selalu menggenggam tanganku.
Terima kasih karena selalu mengusap kepalaku disaat aku kesal.
Terima kasih karena sudah membiarkan bahumu lelah menopang kepalaku yang memanglah berat haha.
Terima kasih telah hadir mengisi senyumku.
Dan,
Terima kasih telah lahir dan menemukanku.


Keep the little sweet things which we’ve done before. Don’t let time makes you forget it, because I believe it’s the only thing that can make you feel don’t wanna lose our story..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos