Salahkah?
Aku mulai terbiasa sendiri, yang sebelumnya tak mampu melewati sepekan yang kedap. Aku selalu mengisi waktuku sendiri, seakan yang lainnya hanya sebuah lelucon senja yang akan hilang di detik ketujuh. Aku menghadapi masalahku sendiri, yang dahulu selalu kutangisi tiap penghujung hari. Aku menangis dan tertawa sendiri, yang biasa kulakukan bersamamu..
Kuhiasi kamarku bak tempat ternyaman, kuputar lagu-lagu yang sudah lama tak kudengar. Lampu tidur berkedap kedip menyejukkan hati. Angin semilir dari kipas yang kunyalakan perlahan, kekiri lalu kekanan. Lusinan foto tergantung sambil berayun. Aku berdiri dengan kedua kakiku sekarang, sedikit banyak aku ternyata telah merubah pola pikirku. Akhirnya, aku melakukan rutinitas lamaku yang sudah lama terlupakan karenamu..
I'm singing in my room, yang kebanyakan berisi lagu sendu. Bukan berarti sedih, aku hanya lebih menyukai lagu yang dapat kuresapi. Aku menangis sendiri, yang aku sendiri tak tahu apa yang sedang kutangisi. Aku tertawa sambil berguling di kasur, yang akhir-akhir ini sulit kuekspresikan. Aku seperti mayat hidup, tanpamu..
Munafik rasanya jika aku berkata baik, walaupun sekarang tengah kucoba. Bukankah tak apa jika kita tenggelam sebentar di pikiran negatif kita? I mean, we're just human, we have our own negativity. Penjilat rasanya jika aku tegar, I'm just pretending. Caramu tertawa yang dibarengi mata yang berkaca-kaca, sudah lebih dari seribu kali kukatakan, aku menyukainya..
We have our own story, yang jelas berbeda dengan cerita fiksi sebelah. Disana tertulis kebiasaan kita, kesukaan kita, gelak tawa kita, tangisan kita, bahkan jeritan amarah yang sebenarnya ingin kulupakan. Tapi kali ini aku hanya ingin membahas kebahagiaan kita, yang akan menjadi usang di tumpukan rak yang berdebu..
Bocah kecil yang sangat ketergantungan akan manusia lain, kini tengah belajar berjalan walaupun tertatih. Satu, dua, tiga langkah, dan terjatuh. Empat, lima, terjatuh lagi. Lututku tergores, memerah karena aspal yang kian melebur. Ku elap saja darah itu, karena tak ada gunanya jika aku menunggu seseorang menggendongku dan mengobatinya dibawah pohon yang rindang. Kubiarkan dia membengkak, berharap esok akan membaik dengan sendirinya. Mati rasa ini, kebal..
Kita berjalan berjauhan, yang semula beriringan. Kita menceritakan narasi pendek, yang kita tahu betul itu akan menoreh lebam. Kita menangis, menangisi hal yang kita tahu akhirnya bagaimana. Kita saling menatap dalam, seakan tahu bahwa kita tak akan lagi saling memandang dengan cara yang sama. Dan kita akhirnya saling berjalan menjauhi, memunggungi khalayak ramai sambil menunduk, menangis..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar