Senin, 27 November 2017

Mati

Diposting oleh Alda Putri di 23.52 0 komentar


Medan, 18 Juni 2010

Mata terbuka
Tapi tak hidup
Nadi melemah
Mungkin sekarat
Jantung terdiam
Mati, bisa jadi.

Menyayat nadi
Mati? Mungkin
Tergolek melantai
Mati? Tak tau
Bunuh diri?
Mati? Belum tentu!

Orang miskin pengen kaya
Orang kaya pengen lebih kaya
Orang mati ingin hidup
Terus, kenapa orang hidup pengen mati?

For You

Diposting oleh Alda Putri di 06.45 0 komentar
Hi..
Could I take your time just for 10 minutes?
But, firstly, would you play a music that I mentioned to you before, while you read this kinda long story? Okay, I'll remind you, the song is Bandage - Adhitia Sofyan.

Hmm..
Thank you for willing to do it. I'm so sorry because I wrote it in English. I'm preventing to make you uncomfortable. I thought that if I wrote it in Bahasa, It'll be excessively. I always postpone to write it, but I think I have to let you know something that I can't say to you and I can't wait for our anniversary day to say it -_-

Sorry, I'm just a girl with the imperfections behind me. I always make you mad with my childish nature. I always do every single thing with my own ego and It'll become a disaster. I always ruin everything that you've made before, even I always do the thing that you hate the most. I knew it, I already knew it exactly..

Maybe I can't describe how deep I love you, how often I think of you, how much I miss you, and how scared I am if I lose you. But, here I am. I'm trying to describe it through the words that I write for you. 

I love you with the way you are, i love to observe you. The way you walk, laugh, mad, eat, smile.. But my favorite is seeing the way you see me..

I'm a girl who wanna hug you for all night long, wanna kiss you until you fall asleep, and wanna see you in my every morning. I wanna wake up on your arm, and give you a morning kisses that suffocate you. I wanna make you a breakfast and prepare you to go to work. I wanna wait you until you back at dawn, night, even late night. And I really wanna be your home, the woman who knows you so well (instead of your mom :p). I'm so happy if you wanna share your story for a night, a funny, happy, even the worst problem that you ever had. I'll stay awake just for hear it from you..

Sorry, I already took you to be a part of my life, my priority. I already relied on you, didn't care how much I'm trying not to. It becomes uncontrolled time by time. Have I change it?

But, the most important thing that I wanna let you know, I always feel sad whenever I remember that you feel annoy because of my nature. Last night, I saw a post that said, "If someone loves you, he will not tell you that you need to change". I of course will change the bad one to make me become a better person. But, have I change the thing that you dislike from me? I mean, everything? Won't you try to love my bad? Even one? Once again, I'm sorry, but I didn't see that post on a purpose and becoming sad..

I just wanna say, I love all of your nature, all of your habit, even the good and bad one. Stay with your own way, just change the thing that you wanna change. Thank you for being my spirit when I feel upset, my sunshine when the day gets darker. It's you, and forever will be..

Note : It isn't a propose, so don't get touched :p
Sorry for the bad english.

Sabtu, 18 November 2017

Larut, Fajar

Diposting oleh Alda Putri di 02.30 0 komentar
Semester limaku sebentar lagi berakhir juga. Semester terberat, yang memaksaku keluar dari zona nyamanku, memaksaku menjalani hari diluar kebiasaanku. But, life must go on, Did I prove you if I'm still okay? Aku bisa kok..

Detik berubah menjadi menit, yang disambut jam, diantar hari, dan berujung ke bulan yang sudah dinanti tahun. Aku semakin pintar menemukan kebahagiaanku, memprioritaskannya dari kebahagiaan yang lain. Egois memang, tapi bukankah pemeran utamanya harus bahagia terlebih dahulu, agar sekodi plot dalam narasi dengan segala pemeran lain didalamnya ikut merasa bahagia? I have to do it, I can't wait someone to do this..

Dulu aku bahagia karena seseorang dan sekarang pun mungkin begitu. Tapi kebahagiaan ini lengkap rasanya, aku bahagia karena diriku sendiri juga. Aku seakan mendapati seorang gadis yang tengah menari di bawah langit kelabu, ditengah-tengah hamparan bunga matahari yang sesungguhnya amat ia sukai. Berkali-kali ia memasang topi besarnya, yang terjatuh karena sangking asyiknya ia berputar. Dibiarkannya juga gaun putihnya mengembang, terisi tawa yang selalu haus akan dahaga. Terkadang ia memang menangis, tapi tak berarti dia bersedih. Melihat sejauh mana ia berubah, apa gunanya bersedih??

Kini sang gadis berhenti melihat ke belakang, menolehkan kepala sambil tertawa terbahak, melihat perjalanan di depan yang tengah menantinya. Satu hal yang ia pelajari, ia siap untuk dunia baru. Hampir genap setahun lagi, ia akan keluar dari dunia sempit perkuliahan dan masuk ke dunia yang lebih luas lagi. Dulu ia terlalu ingin cepat menyelesaikan semuanya, dan di penghujung waktu ia lebih tenang dan seakan menikmati waktu yang berlalu. Ia mulai nyaman dengan suasana kota Yogyakarta yang akan selalu ia kenang dengan segala ceritanya, tapi tak berarti membuat dia memperlambat langkahnya. Ia tetap berjalan, tetapi dengan mata yang terkadang terkatup dan seulas senyum merona, seakan meresapi tiap simfoni..

Ia sekarang melakukan hal-hal yang biasa ia tak lakukan. Diawal memang sulit. Berhenti untuk bergantung kepada seseorang itu sukar, sungguh. Tapi, ia sudah melewatinya. Ia lebih mempunyai waktu untuk teman-temannya, pergaulannya, serta dirinya sendiri. Ia kembali melakukan rutinitas yang dulu sempat berhenti ia lakukan. Kini, ia sudah tak sabar menghampiri apa yang ada didepan, baik dengan senyuman dan mungkin dengan tangisan. Anak itu sudah tumbuh, anak yang mampu berteriak ditengah heningnya bisikan larut dan diam ditengah bisingnya kerumunan fajar..

Rabu, 15 November 2017

Kedap

Diposting oleh Alda Putri di 06.31 0 komentar
Salahkah?
Aku mulai terbiasa sendiri, yang sebelumnya tak mampu melewati sepekan yang kedap. Aku selalu mengisi waktuku sendiri, seakan yang lainnya hanya sebuah lelucon senja yang akan hilang di detik ketujuh. Aku menghadapi masalahku sendiri, yang dahulu selalu kutangisi tiap penghujung hari. Aku menangis dan tertawa sendiri, yang biasa kulakukan bersamamu..

Kuhiasi kamarku bak tempat ternyaman, kuputar lagu-lagu yang sudah lama tak kudengar. Lampu tidur berkedap kedip menyejukkan hati. Angin semilir dari kipas yang kunyalakan perlahan, kekiri lalu kekanan. Lusinan foto tergantung sambil berayun. Aku berdiri dengan kedua kakiku sekarang, sedikit banyak aku ternyata telah merubah pola pikirku. Akhirnya, aku melakukan rutinitas lamaku yang sudah lama terlupakan karenamu..

I'm singing in my room, yang kebanyakan berisi lagu sendu. Bukan berarti sedih, aku hanya lebih menyukai lagu yang dapat kuresapi. Aku menangis sendiri, yang aku sendiri tak tahu apa yang sedang kutangisi. Aku tertawa sambil berguling di kasur, yang akhir-akhir ini sulit kuekspresikan. Aku seperti mayat hidup, tanpamu..

Munafik rasanya jika aku berkata baik, walaupun sekarang tengah kucoba. Bukankah tak apa jika kita tenggelam sebentar di pikiran negatif kita? I mean, we're just human, we have our own negativity. Penjilat rasanya jika aku tegar, I'm just pretending. Caramu tertawa yang dibarengi mata yang berkaca-kaca, sudah lebih dari seribu kali kukatakan, aku menyukainya..

We have our own story, yang jelas berbeda dengan cerita fiksi sebelah. Disana tertulis kebiasaan kita, kesukaan kita, gelak tawa kita, tangisan kita, bahkan jeritan amarah yang sebenarnya ingin kulupakan. Tapi kali ini aku hanya ingin membahas kebahagiaan kita, yang akan menjadi usang di tumpukan rak yang berdebu..

Bocah kecil yang sangat ketergantungan akan manusia lain, kini tengah belajar berjalan walaupun tertatih. Satu, dua, tiga langkah, dan terjatuh. Empat, lima, terjatuh lagi. Lututku tergores, memerah karena aspal yang kian melebur. Ku elap saja darah itu, karena tak ada gunanya jika aku menunggu seseorang menggendongku dan mengobatinya dibawah pohon yang rindang. Kubiarkan dia membengkak, berharap esok akan membaik dengan sendirinya. Mati rasa ini, kebal..

Kita berjalan berjauhan, yang semula beriringan. Kita menceritakan narasi pendek, yang kita tahu betul itu akan menoreh lebam. Kita menangis, menangisi hal yang kita tahu akhirnya bagaimana. Kita saling menatap dalam, seakan tahu bahwa kita tak akan lagi saling memandang dengan cara yang sama. Dan kita akhirnya saling berjalan menjauhi, memunggungi khalayak ramai sambil menunduk, menangis..

Sabtu, 11 November 2017

Bandung

Diposting oleh Alda Putri di 11.22 0 komentar
Kubuka mata dan kupandangi dalam-dalam lampu kamarku yang meredup lalu menyala. Tepat jam 00.43 hari minggu kedua di bulan November, hujan turun dengan derasnya. Lagu Muara yang dinyanyikan Adera tengah mengalun sekarang. Aku terbawa suasana, suasana Bandung 2 bulan yang lalu..

Dengan senyum sumringah pagi hari itu, aku bergegas berangkat ke Stasiun Lenteng Agung. Kita sepakat untuk bertemu disana setelah perdebatan yang tak bisa kubantah. Aku masih mengingat dengan jelas bahwa kita janjian untuk bertemu dibawah peron Jakarta Kota. Kamu inget gak kalau kamu salah masuk gerbong kereta kala itu (masuk gerbong khusus perempuan nih yee)?? Perjalanan Lenteng Agung - Juanda terasa amat singkat karena kita tertawa sepanjang perjalanan, pastinya sambil berdiri di gerbong campuran. 

Setibanya di Juanda, kita pun melanjutkan perjalanan ke Stasiun Gambir. Aku agak lupa berapa lama perjalanan yang kita tempuh kemarin, yang aku ingat saat itu hanyalah perasaanku yang ikut tertawa bersama kita. Aku hanya ingat bahwa saat itu aku rela berlama-lama di dalam kereta hanya untuk melihat caramu membuatku tersenyum, walau terkadang gagal. Kita sempat mau menonton film dari HOOQ, tapi signal seakan bersekongkol untuk membiarkan kita larut dalam perjalanan tanpa sibuk memecah konsentrasi ke hal selain kita berdua. Kita bertukar cerita sambil memakan roti yang kita beli sesaat sebelum naik ke kereta, sampai-sampai tak sadar kita pun beberapa kali tertidur selama perjalanan. Aku masih ingat bagaimana nyamannya aku tertidur dibahumu. Kepalamu yang juga bersandar di atas kepalaku, bahkan tak mengurangi nyamannya didekatmu. Waktu berlalu, lantas kita akhirnya tiba di Stasiun Bandung tepat waktu di hari menjelang sore.

Bandung macet. Kita sampai ke tempat tujuan terlampau sore, dengan perut yang hanya terganjal oleh roti tadi. Untungnya, kita hanya perlu menyebrang untuk makan siang yang agak kepepet sore itu. Aku terbiasa memperhatikan kebiasaanmu, yang sungguh amat kusukai. Bagaimana caramu makan dan apa yang kau lakukan setelah selesai makan, semua itu kuperhatikan betul. Mungkin sederhana buatmu, tapi aku yakin hal tersebut amat membantu mas-mas/mbak-mbak yang bekerja disana haha. Tetap menjadi kamu yang seperti ini ya..

Setelah meletakkan barang bawaan dan membersihkan diri, malam itu kita memutuskan untuk bergegas ke Jalan Braga. Kamu menggenggam tanganku sepanjang jalan yang memang ramai kala itu. Tak heran, malam kemarin adalah malam minggu. Satu hal yang baru kuketahui dari dirimu dan mungkin sanggup kulengkapi, kamu pelupa. Bisa-bisanya kamu membawa kamera tanpa membawa battnya. Berkali-kali juga kamu membuatku hampir terkena serangan jantung karena kamu lupa meletakkan barang-barang penting, contohnya saja telepon genggammu yang hampir hilang di jam-jam pertama sesampainya kita di Bandung. Malam itu berlalu begitu saja, tanpa bisa kita perlambat.

Paginya, aku terbangun lebih lama dibanding dengan wacana. Kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke gedung sate, lalu ke alun-alun bandung, tak jauh dari taman yang kamu sebut sebagai Taman COC (?). Lagi-lagi kamu menggenggam tanganku erat sepanjang perjalanan dan lagi-lagi juga aku mulai menyukai kebisaanmu yang lain. Kamu sibuk mengambil berbagai foto disana. Kita sempat tertawa bersama karena ekspresi anak perempuan yang tertangkap kamera saat ia naik andong, sungguh menggelitik memang. Kupat tahu, jus mangga, dan jajanan lain yang aku lupa namanya pun kita cicipi satu persatu. Setelah mengambil beberapa gambar tsubasa di Taman COC-mu dan ditegur bapak yang mungkin bekerja untuk menjaga taman itu, kitapun bergegas kembali untuk mengambil koper dan tas, yang selanjutnya menuju ke Stasiun Bandung. Masih sempat-sempatnya kita menyinggahi jajanan khas bandung yang memang sedari dulu aku inginkan.

Perjalanan pulang berlalu begitu saja. Kita tak bersebelahan saat itu, jahatnya kamu membiarkan aku duduk disebelah laki-laki lain. Haha, bercanda kok. Kita sempat-sempatnya makan di dalam kereta dan tertidur di kursi masing-masing. Seingatku, kita sampai di gambir agak melewati dari waktu yang ditentukan. Mau tidak mau, kita langsung bergegas ke Bandara Soekarno-Hatta saat itu juga. Hujan mengantar kita selama perjalanan. Saat itu, berulang kali aku memandangi punggungmu yang berjalan didepanku. Berkali-kali kutampar perasaanku yang belum percaya. Belum percaya bahwa lelaki yang tengah berjalan itu adalah lelakiku. Kubiarkan saja diriku memandangimu dari belakang tanpa mengerjap, yang pasti tak kamu sadari.

Setibanya di Bandara, kamu memintaku untuk duduk bersamamu satu jam kedepan sembari menunggu hujan agak reda. Akupun menyanggupinya karena memang keberangkatanku masih sekitar 2 jam lagi. Kita lagi-lagi tertawa disana, saling berpandangan seakan tahu setelah ini jarak akan memenangkan persaingan. Cerita-cerita kita akhirnya berujung di menit ke 60. Kamu akhirnya mengantarku sampai ke depan pintu masuk untuk check in. Kali ini, aku menyukai kebiasaan baru kita. Aku menyalami tanganmu, hal yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Hal ini memang akhirnya selalu kita lakukan sekarang. Maka hari itu, genap rasanya bahwa aku telah menitipkan kamu dan cerita kita dengan sang jarak, yang kuharap mampu terkikis habis detik demi detik, oleh sang waktu.

Mungkin aku belum mengucapkan ini, tapi terima kasih ya sudah mau repot-repot pagi itu berangkat dari Tangerang ke Lenteng Agung yang jaraknya bukanlah dekat.
Terima kasih sudah bersikap manis selama perjalanan. 
Terima kasih untuk selalu menggenggam tanganku.
Terima kasih karena selalu mengusap kepalaku disaat aku kesal.
Terima kasih karena sudah membiarkan bahumu lelah menopang kepalaku yang memanglah berat haha.
Terima kasih telah hadir mengisi senyumku.
Dan,
Terima kasih telah lahir dan menemukanku.


Keep the little sweet things which we’ve done before. Don’t let time makes you forget it, because I believe it’s the only thing that can make you feel don’t wanna lose our story..

Jumat, 03 November 2017

Elsa Kopf - If

Diposting oleh Alda Putri di 21.17 0 komentar

If I just stay here, while the sun sets.
If your frozen heart, could see me in the dark.
If I’m still feeling blue, as you sometimes do.
Would you say to me that I was in your heart all along?

If you find me here someday, I always was a dreamer, wished for a rose in December.
If you remember my voice, my promise, I will sing with a bluebird, kiss the rain the bird.
If you’re coming closer, like a mellow dream.

A little little bit of love
in my seventeen so sweet.
A little little bit of tears in my lonely heart.
Once again longing for a breeze for a rose and kisses, for a little bit of you.
When you appear in my own dream in the twilight.
Please tell me of your eyes of your lies..

When you appear in my dream, come find me down in the deep blue sea.
Come figure me out in this sweet melody of the rain.
If you want me for real, I always was a dreamer, wished for a rose in December.
If you remember my voice, my promise, I will sing with a bluebird, kiss the rain the bird.
If you’re coming closer, like a mellow dream.

A little little bit of love in my seventeen so sweet.
A little little bit of tears in my lonely heart.
Once again longing for a breeze for a rose and kisses, for a little bit of you..

If a little little bit of love is waiting for
Why don’t you come a little closer here if you’re ready for?
In my heart now I see a girl dancing all day in the rain, singing for a fallen star..

Kamis, 02 November 2017

Redup

Diposting oleh Alda Putri di 08.26 0 komentar

Senja di hari rabu ini cukup menarik. Langit jingga dengan awan yang merongrong keatas, bergerak perlahan. Kelasku baru saja berakhir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Halaman kampus sudah jauh dari kata sibuk, seakan ikut memudar bersama mentari. Sepi sekali kala itu, tetapi tak satupun celah payung gazebo yang terlewat akan jamahan suasana sore yang kian memerah, merekah ditelan bulan. Aku dan temanku memutuskan untuk mengisi menu makan malam kami dengan sepiring sate, tentu saja dengan nasi disampingnya nyehehe. Tempat makan yang kami pilih tak jauh dari gerbang belakang kampus, searah dengan kost ku..

Aku terdiam disana, kalaupun aku bersuara, aku lebih memilih tertawa. Sembari menunggu makanan yang kami pesan datang, kami berdua sibuk dengan urusan masing-masing. Mungkin dia tahu, jadi dia lebih memilih terdiam. Kurenungi setiap pejalan kaki yang sibuk menyeret tubuhnya di setapak jalan demangan itu, kuperhatikan betul setiap kendaraan yang berlalu lalang, dan satu persatu murid sekolah dasar pun pulang dengan sumringah. Aku ingat betul bahwa aku menutup mataku, cukup lama. Kubiarkan diriku larut dalam rasa sesak yang sedang kubendung, yang bisa kapan saja tumpah berserakan, merusak apa saja yang ada didekatnya..

Air mata ini kering, terkuras emosi yang meringsut kasar, kusut. Ingin rasanya aku memutar waktu, menemui diriku 30 jam sebelum hari ini, melarang mata yang penuh keingintahuan itu untuk melihat pesan yang menghancurkan hariku waktu itu. Pesan yang membawa rasa kecewa yang sangat kuat menancap. Demi apapun, bahkan aku sendiri tak tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku menangis memang, tapi tak menangis karena apa yang kita berdua ketahui. Aku menangis karena kecewa, ya kecewa. Aku menangis karena aku merasa sendiri sekarang, sendiri menangisimu yang terlampau jauh kuraih. Kau nyata, tapi memabukkan..

Aku, bahkan aku sendiri bingung. Bingung bagaimana cara menyikapinya, bingung cara mengekspresikannya, bingung cara menjawabnya. Aku tak dapat menjanjikan apa-apa sekarang, terlalu piawai rasa ini menamparku, jatuh terpelanting, terseok-seok dengan kaki yang hancur. Bagaimana bisa aku menemuimu, yang mungkin aku tak akan sanggup untuk menatap matamu? Aku takut kau mengetahui kekosonganku, lalu tertawa karena sukses dengan narasimu. Aku takut kau tahu, mengetahui seberapa berartinya dirimu untukku..

Makanan dipiringku pun habis kulahap, kumakan tanpa emosi. Berulang kali temanku ini menanyakan keadaanku, dan berulang kali juga kujawab tak apa. Aku menemaninya ke BRI, yang kebetulan ada di Circle K, tak jauh dari kost. Sembari membuka gembok, kamipun berbicara sepatah duapatah kata. Kututup pintu itu kembali, dan kamipun berpisah. Mengucapkan kata selamat istirahat sudah menjadi kebiasaan kami sebelum tenggelam di kamar masing-masing..

Kamarku berantakan, tak seperti biasanya. Aku merebahkan tubuhku yang cukup letih, dengan kepala yang kubenamkan ke tumpukan bantal. Kembali kudengar suaramu, yang berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Akupun membaca ulang percakapan kalian, yang aku tahu akan merobek lagi luka yang mungkin mulai membaik. Kubiarkan hatiku merasakan sakit, sakit yang paling sakit. Kubiarkan pikiranku dipenuhi rasa kecewa, agar aku tak bodoh untuk selemah ini lagi. Kubiarkan air mata ini jatuh lagi, agar esok mata ini mati rasa jika dipaksa menangis lagi. Kubiarkan aku jatuh ke dalam perasaan ini lagi, sengaja..

Hatiku hancur, bahkan perekat tak sanggup lagi menyatukannya. Kuhapus air mataku, waktu bersedih sudah usai. Kutelan rasa pahit ini, karena untuk kesekian kalinya air mataku jatuh tanpa ada yang mengusapnya. Kupaksa badanku berdiri, merapihkan kamarku dan bergegas mandi. Sengaja kuberlama-lama di kamar mandi, berharap semua perasaan luruh dengan guyuran air dingin yang menyumbat nadi..

Aku kembali ke kamar. Setelah menyeduh coklat panas dan menghabiskannya, kumatikan lampu dikamar dan merebahkan badan. Kuputar lagu yang akhir-akhir ini sering kudengar. Perasaanku mulai membaik, yang kutahu esok akan hancur lagi. Mungkin aku akan terbiasa, terbiasa memainkan peran diatas pentas kita yang redup.

Rabu, 01 November 2017

Scumbag

Diposting oleh Alda Putri di 07.18 0 komentar

Every grace has been ruined, because she neglects her happiness and let the bastard grasps her soul, sucks her vein, and forgets about the boundaries. Jerk is always being a scumbag, because she drowns herself into a shallow lake. Unpararelled..

In the end, she soaks the bitterness with her tears, entrust it courteously. She forces herself to forget about the milestone, meddling it with her fond. She is waiting for someone to let the hassle relieve her forecast. Cynic, but he kidnapped her, being a hostage. She is blowing her whistle, full of rages. And when she pretend to believe, the truth will tell her to always being query. Sophisticate..

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos