Hampir 3 tahun lalu, aku berlari mencari rumah baru dengan ribuan tetes air mata yang berjatuhan kesana-kemari. Aku berusaha mencari suaka, melarikan diri berharap terhanyut oleh suasana baru. Dan benar saja, aku menemukanmu, Yogyakarta-ku..
Aku, 3 tahun lalu, yang hanya berpikir hidup ya lurus-lurus aja. Seketika aku langsung jatuh cinta dengan kota baru ini. Bagaimana tidak, tak ada satu sudut kotapun yang berisi kesedihanku. Caraku melarikan diri munafik memang, bahkan aku masih mengingat suatu kalimat yang baru aku tahu artinya sekarang. Aku tak bisa melarikan diri di setiap sedihku. Jika kota ini kembali mengecewakanku, aku akan pergi kemana lagi?
Benar saja, Yogyakarta kembali mengecewakanku. Bahkan keadaan kali ini lebih sulit daripada kemarin. Bagaimana tidak, aku hidup di lingkungan yang sudah terkontaminasi cerita buruk tentangku. Semua orang membicarakanku dengan penilaian sebelah mata mereka. Ibarat mengomentari hidup seseorang hanya dengan membaca satu buku dan melupakan ribuan kodi buku lainnya yang belum terbaca..
Tapi, Yogyakarta memberi penawarnya. Penawar cemasku dan kuatku. Ia jauh, tapi serasa dekat kok. Jarak ini semakin lama semakin pendek, percayalah. Kamu, alasanku menangis sedetik, lalu tertawa kemudian. Kamu, penyesalanku akibat emosi yang tak terkontrol tempo hari. Kamu, cerita senduku di tiap sabtu malam. Kamu, petikan gitarku di bawah remangnya lampu tidur. Kamu, perasaanku yang meradang dikala rindu. Kamu, jurang terjalku dengan jembatan untukku ikut menyebrang, ikut bersamamu berjuang. Bertahan itu berarti berjuang, bukan?
Yogyakarta, memberiku pelajaran bahwa aku harus bisa hidup di media manapun aku tinggal. Menempaku untuk merebahkan lelahnya badan dibawa dinginnya ubin yang tak ada empuk-empuknya sama sekali. Memaksaku menjerit padahal tenggorokanku sudah membengkak. Aku banyak belajar dari kota ini, kota yang akan kutinggalkan tahun depan..
Aku tahu, menggenggam tanganku itu membuatmu mati rasa. Aku juga tahu, hidupmu semakin berat karena memilikiku. Perkara bodoh untuk berpura-pura tegar, karena kita dituntut lebih dari segala aspek dikala kita berselisih paham. Yang aku tahu, selama kamu memaafkan dan akupun memaafkan tanpa satupun tuntutan, kita akan selalu menemukan jalan keluar. Aku tak menuntutmu berubah, kamupun begitu. Kita sama-sama membiarkannya mendewasakan diri dengan caranya sendiri, dengan waktu yang ia butuhkan, selama apapun. Kita hanya memegang komitmen, yang dilandasi lebih dari 1001 kepercayaan..
Sampai bertemu 19 hari dari sekarang..