Jumat, 26 Januari 2018

Counting on..

Diposting oleh Alda Putri di 19.39 0 komentar
Hampir 3 tahun lalu, aku berlari mencari rumah baru dengan ribuan tetes air mata yang berjatuhan kesana-kemari. Aku berusaha mencari suaka, melarikan diri berharap terhanyut oleh suasana baru. Dan benar saja, aku menemukanmu, Yogyakarta-ku..

Aku, 3 tahun lalu, yang hanya berpikir hidup ya lurus-lurus aja. Seketika aku langsung jatuh cinta dengan kota baru ini. Bagaimana tidak, tak ada satu sudut kotapun yang berisi kesedihanku. Caraku melarikan diri munafik memang, bahkan aku masih mengingat suatu kalimat yang baru aku tahu artinya sekarang. Aku tak bisa melarikan diri di setiap sedihku. Jika kota ini kembali mengecewakanku, aku akan pergi kemana lagi?

Benar saja, Yogyakarta kembali mengecewakanku. Bahkan keadaan kali ini lebih sulit daripada kemarin. Bagaimana tidak, aku hidup di lingkungan yang sudah terkontaminasi cerita buruk tentangku. Semua orang membicarakanku dengan penilaian sebelah mata mereka. Ibarat mengomentari hidup seseorang hanya dengan membaca satu buku dan melupakan ribuan kodi buku lainnya yang belum terbaca..

Tapi, Yogyakarta memberi penawarnya. Penawar cemasku dan kuatku. Ia jauh, tapi serasa dekat kok. Jarak ini semakin lama semakin pendek, percayalah. Kamu, alasanku menangis sedetik, lalu tertawa kemudian. Kamu, penyesalanku akibat emosi yang tak terkontrol tempo hari. Kamu, cerita senduku di tiap sabtu malam. Kamu, petikan gitarku di bawah remangnya lampu tidur. Kamu, perasaanku yang meradang dikala rindu. Kamu, jurang terjalku dengan jembatan untukku ikut menyebrang, ikut bersamamu berjuang. Bertahan itu berarti berjuang, bukan?

Yogyakarta, memberiku pelajaran bahwa aku harus bisa hidup di media manapun aku tinggal. Menempaku untuk merebahkan lelahnya badan dibawa dinginnya ubin yang tak ada empuk-empuknya sama sekali. Memaksaku menjerit padahal tenggorokanku sudah membengkak. Aku banyak belajar dari kota ini, kota yang akan kutinggalkan tahun depan..

Aku tahu, menggenggam tanganku itu membuatmu mati rasa. Aku juga tahu, hidupmu semakin berat karena memilikiku. Perkara bodoh untuk berpura-pura tegar, karena kita dituntut lebih dari segala aspek dikala kita berselisih paham. Yang aku tahu, selama kamu memaafkan dan akupun memaafkan tanpa satupun tuntutan, kita akan selalu menemukan jalan keluar. Aku tak menuntutmu berubah, kamupun begitu. Kita sama-sama membiarkannya mendewasakan diri dengan caranya sendiri, dengan waktu yang ia butuhkan, selama apapun. Kita hanya memegang komitmen, yang dilandasi lebih dari 1001 kepercayaan..


Sampai bertemu 19 hari dari sekarang..

Jumat, 12 Januari 2018

Tua

Diposting oleh Alda Putri di 02.22 0 komentar
Setiap orang pasti punya dunianya sendiri kan?
Dunia yang berisi segala hal yang sinarnya tak bisa ditangkap oleh retina matamu?
Dunia yang bisa berisi kesedihan mendalam, bahkan kebahagiaan semu?
Dunia, dunia yang ia sembunyikan dari kalian.

Bagaimana isi duniamu? Apakah didalamnya ada sepasang anak kecil yang tengah bermain jungkat-jungkit sembari larut dalam gelak tawanya sendiri? Apakah ada sepasang remaja yang bergandengan tangan dibawah cuaca musim gugur? Apakah ada pasangan renta yang menyesap teh hangat sambil memandang halaman rumahnya? Apakah ada aku, kita?

Kita mempunyai ketakutan sendiri-sendiri, tergantung bagaimana cara kita menghadapinya. Sebesar apa? Mungkinkah sebesar ini? Atau itu? Sedalam apa? Bantu aku menerka, aku penasaran. Aku penasaran tentang apa yang ada di pikiranmu? Apa yang menjadi isi dari awan mendungmu? Biarkan aku tahu, aku akan menggantinya dengan mentari terik 35 derajat celsius.

Berita pagi membuatmu muram dan kau memilih untuk mengabaikannya. Selimut tebal tak membuatmu hangat dan kau memilih untuk mendekapku. Secangkir coklat tak membuatmu tenang dan kau memilih untuk meringkuk di pagi ini. Sorotan mata pagimu itu bergema, meneriaki kesuraman agar menjauh dan pergi. Perasaanmu, biarkan untuk aku mengetahuinya. Tak masalah untuk berlebihan sesekali, agar aku tak merasa mendaki sendiri.

Kau, cahaya pagiku tanpa ultraviolet didalamnya. Menyoroti tubuhku dan membuat bayanganku semiring garis diantara sudut tumpul. Menerobos masuk melalui celah jendela, menelisik mata yang masih kantuk sisa semalam. Jemarimu seakan hapal dengan jumlah helaian rambutku, menyisirnya perlahan, menariknya lembut, dan menciumnya. Siapa yang butuh pemanas ruangan, kalau aku merasa hangat hanya karena didekatmu?

Cerita kita masih terisi seribu paragraf, belum setebal buku ensiklopedia yang berdebu di rak tua. Aku akan menulisnya untukmu, agar kau tak lupa meskipun memorimu menua. Aku tak akan lelah mengingatkanmu tentang cerita kita, yang lebih seru dibanding belasan seri film yang biasa kita tonton. Aku hebat dalam merangkai kata, kau tahu kan?

Tertawalah sebanyak mungkin, berceritalah sepanjang yang kau bisa, genggamlah tanganku seerat orbit, ajak aku berjalan sampai kaki ini membiru karena letih. Maka, kita akan punya lebih dari seribu satu buku yang akan kita ceritakan nanti. Kita tak akan kehabisan topik disaat waktu hanya bisa dilalui berdua. Kita tak akan bosan ketika umur memaksa kita untuk banyak beristirahat. Bahkan, kita tak akan kesepian sewaktu salah satu diantara kita sudah saling meninggalkan untuk sebuah pertemuan yang baru, nantinya.

Kamis, 11 Januari 2018

Good Evening London! (3)

Diposting oleh Alda Putri di 01.56 0 komentar
Aku baru menyadari akan keputusanku untuk tidak menunda makan akan membuat sedikit kesan di hariku. Ya, akhirnya aku memutuskan untuk mengitari sekitaran flat. Bagaimanapun aku harus mulai mengingat jalan bukan?

Terlalu berbeda disini. Mau tak mau akupun teringkus akan suasana yang berbeda, atmosfer yang berbeda. Nuansa barupun berputar di pikiranku. Apakah ini hal yang dirasakan para pemeran utama di lusinan novel yang kebanyakan kubaca? Apakah perasaan ini juga yang wajar dirasakan ketika kita membuat keputusan yang awalnya sangat tidak mungkin diwujudkan? Ya, aku juga tak tahu.

Akhirnya, akupun memutuskan untuk memakan pasta di hari yang nyaris malam disini. Tempatnya sederhana dengan tembok berwarna biru muda dan aksesoris ala viking didalamnya. Pandanganku tumpah ruah mengelilingi ruangan yang tak terlalu besar ini. Tak ayal pandanganku terhenti pada sebuah grand piano tua yang warnanya senada dengan cat tembok itu.

"Can I play it, Ma'am?" Tanyaku pada seorang wanita tua yang sepertinya pemilik restoran ini.
"Of course, you can use it everytime you want, sweetheart."

Briggia Anderson, yang belakangan kuketahui sudah mendirikan restoran ini lebih dari 10 tahun lamanya. Suaminya, Travis Anderson adalah seorang pensiunan militer angkatan udara yang sangat gemar memasak. Pasta buatan Mr. Anderson memang pantas diberi bintang 5. Mereka dikaruniai seorang anak lelaki, lebih tua dariku sekitar 5 tahun, Adam Anderson. Sepintas Adam sangat mirip dengan Brie ketika tersenyum. Tetapi, Adam tengah menetap di Oxford untuk mendapatkan gelar Masternya di akhir bulan ini. Kami bertiga pun berbincang sampai waktunya untuk menutup restoran, Ramses.

"He will like you, Rachie. Besok dia akan singgah ke London. Datanglah untuk sekedar minum teh besok sore. Rumah kami hanya berbeda beberapa blok dari restoran." Adam? Nama itu membuatku cukup penasaran.

Senin, 08 Januari 2018

Desember 2017 - Januari 2018 nya Alda

Diposting oleh Alda Putri di 13.39 0 komentar
9 Januari 2018, Jakarta - Yogyakarta
03.53

Aku sedang dalam perjalanan, iya, dengan kereta api. Sambil mendengarkan beberapa lagu, rasanya aku ingin menceritakan berbagai hal yang telah kulalui sebelum aku melupakannya..

Pertama kali, thank you for made my day. Kurasa liburan kali inilah yang paling membuatku ingin berlama-lama di Jakarta. Thank you for fulfilled it by lots of happinesses. Dalam perjalanan ini, mungkin lebih dari ribuan kali aku bersyukur, bersyukur karena Allah mengirimkan laki-laki yang mencintaiku dengan segala yang ia punya..

Maaf ya, aku sempat meragukanmu. Aku sempat memikirkan hal yang tidak-tidak tentangmu. Aku sempat menangisi hal yang sebenarnya tak pernah kau lakukan, yang sebenarnya hanya ada dalam imajinasiku yang sengaja membuat suasana tidak kondusif. Tapi di akhir tahun ini, aku melihat semuanya di kamu. Bukan cuma dari bagaimana caramu memandangku, tapi juga dari bagaimana caramu menjagaku. Setiap pasangan mempunyai cara mereka untuk menemukan kebahagiaan bukan?

Terima kasih ya karena sudah mau berkorban banyak untuk kebahagiaanku. Sudah mau jauh-jauh berangkat dari tgr-jaksel hanya untuk nonton. Sudah mau bangun jam 5 pagi karena tak mau membuatku kesal, yang sebenarnya inilah giliranku untuk mengerti kesibukanmu. Sudah mau ke Bogor hanya untuk makan mie kocok, mienya enak btw. Sudah mau jalan berkilo-kilo meter di tahun baru. Sudah mau keliling kotu-St. Jakarta Kota hanya demi Mango Mangoku. Sudah mau alay bareng di photobooth. Sudah mau main Timezone dan ngasi aku boneka yang sampai sekarang belum kunamai. Sudah mau makan nasi uduk yang kol gorengnya kelupaan. Sudah mau berangkat buru-buru sepulang kerja dari tgr-bekasi hanya untuk nganterin aku buat balik ke jogja. Sudah mau menggenggam tanganku di tiap langkah yang kau ambil. Sudah mau memperhatikan sekitar saat ada orang lain yang memperhatikan pacarmu, haha. Bahkan sudah mau menekan egomu disaat yang seharusnya melakukannya adalah aku. Berkali-kali aku berpikir, apa aku berhak menerima semua hal diatas darimu? Maksudku, kamu memperlakukanku terlalu spesial..

Intinya, aku benar-benar menikmati semua hari yang kulewati bersamamu. Oh iya, terima kasih sudah mau berbaur juga dengan keluargaku. Terlalu bodoh jika aku tak dapat melihat perasaanmu dari apa yang kau lakukan 4 bulan belakangan. Kali ini aku kasmaran lebih dari sekali kepada orang yang sama, haha. Jangan lupa tanggung jawab karena membuatku selalu tersenyum melihat video dan foto kita. Aku cuma mau kamu tahu, I really happy bcs you treat me like your gf, sister, even best friend..

Sudah tak perlu beribu-ribu kali kukatakan apa yang kuperhatikan darimu. Tapi yang belum kusampaikan, jangan berhenti membuatku kesal ya, jangan berhenti membodohi dengan guyonanmu yang sumpah demi apapun malah kupercaya, haha. Jangan merubah apa yang menjadi jiwamu, rubahlah hal yang memang benar-benar mendesak untuk dirubah, karena aku mencintaimu karena kamu. Gak masalah ya aku alay ngomongin cinta-cinta an, kan Alda memang udah ‘mau’ tua, haha. Aku terlanjur nyaman didekatmu sih..

Sekarang kita jauh lagi, baik-baik ya disana pacar. Awas aja macem-macem, udah diceritain kan apa yang bakalan kulakuin kalau ternyata ada jejedun 2nd diantara kita? Hati-hati diluar banyak pelakor versi cewek, bahkan cowok juga. Cerita apa yang menurut kamu perlu dibagi denganku, aku tak keberatan mendengar keluh kesahmu. Aku juga sangat bersemangat kalau kamu mau berbagi mimpimu serta rencanamu denganku. Satu hal yang harus kamu tahu, you’re gonna live forever in me. I’ll guarantee, it’s just meant to be..



04.30

Selasa, 02 Januari 2018

Curious

Diposting oleh Alda Putri di 05.00 0 komentar
Pernahkah kamu penasaran akan sebuah perpisahan? Seperti apa yang kau rasakan? Apa yang akan terjadi setelah itu? Siapa yang akan kau temui? Siapa yang mungkin menerima kurang dan lebihmu? Bahkan, secepat apa hatimu memulihkan lukanya?

Jadi, kalau kita penasaran, apakah itu tandanya kita siap melepas? Apakah kita siap kembali sendiri? Ataukah ini hanya sebuah kamuflase diri yang sebenarnya letih untuk menumbuhkan sebuah cinta? Atau bahkan malah sudah gagal sebelum melakukan hal itu?
Entahlah, akupun masih menebak kala itu.

Senja dengan gemelut awan yang kelabu, menutupi elegi yang sebenarnya kutunggu. Aku berjalan setapak demi setapak, tanpa sadar aku kembali merenung. Aku berjalan sendiri, beraktifitas sendiri, menangis sendiri, dan meringkuk kedinginan sendiri. Aku menjerit sendiri, bahkan menyicipi masakan hambarku sendiri. Hal yang dari dulu kutakuti, tetapi mampu kulewati dengan kuatnya.

Aku takut, diriku makin tak terkontrol dari waktu ke waktu. Pikiranku bergerilya dengan liarnya, perasaanku pun menjadi sebuah sandera gemuk yang meremuk karena digilas rasa ini. Tiap hari, aku makin tak bisa merasa, kebal. Tangis ini kian menetes, meremas tiap inci hati yang berdarah, merembes keluar bersama peluh. Semakin hari kau semakin terasa jauh, aku bahkan tak bisa merasa padamu. Aku takut, aku takut kalau ternyata aku telah menyerah dan tak kusadari.

Semuanya terlihat biasa, seakan baik saja. Tersenyum, tertawa, dan menangis seperti semuanya normal. Tapi aku tak bisa berbohong lebih lama, semua tak bisa kembali seperti semula. Semua yang tertoreh, tak bisa terhapus dengan sempurna. Walaupun perasaan ini tetap ada, tetap sama, rasa kecewa ternyata cukup pelik. Rasanya ingin egois, egois menggenggam jemari erat agar tak terlepas. Cinta itu masih ada, dan aku pastikan tak pernah berpindah. Perasaan ini kupastikan tak rela melihatmu terisi oleh cinta lain. Air mata ini kupastikan menetes deras jika melihatmu mencium ujung kepala selain milikku. Jeritan ini kupastikan bergema jika melihat alasan tertawamu bukanlah aku. 

Tapi rasa ingin menyerah itu ada. Yang berniat menoleransi segala hal diatas. Ketakutan itu selalu ada, ketakutan bahwa ragamu memang bersamaku, tapi hatimu menunggu terisi oleh hati lain setelah menggunakan hatiku untuk memulihkannya. Mungkin hatiku hanyalah penawar rasa sakitmu, mungkin.


Lantas, sebenarnya seperti apa rasa berpisah itu? Apakah berpisah denganmu terasa sama dengan perpisahan yang telah lebih dulu terjadi? Apakah aku bisa tegar seperti kemarin? Atau aku akan menangis sejadi-jadinya? Satu hal yang kutahu, bagaimanapun proses yang terpilih, aku pasti bisa menerima untuk melepaskan seseorang yang sebenarnya bukan milikku. Apakah munafik jika aku ingin belajar bahwa cinta tak harus memiliki?
 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos