Selasa, 29 Mei 2018

Menunggu

Diposting oleh Alda Putri di 11.08 0 komentar
Aku seperti menunggu
Menunggu kau, untuk mengakhiri cerita
Menenggelamkan kapal mimpi 
Dan memaksaku pura-pura tak tahu tentang apa saja yang menjadi perubahanmu
Apakah kau lupa, kalau aku masih punya hati kecil
Yang selalu mengetahui cerita, sebelum ia tergoreskan oleh tinta
Kata hati, namanya

Senin, 21 Mei 2018

Bingung

Diposting oleh Alda Putri di 10.17 0 komentar
Kelap kelip lampu tidur, kuning keemasan bergantian menyala. Angin semilir berhembus dari ujung kaki ke ubun-ubun. Semuanya berubah, tanpa satu yang pasti...

Semuanya terpendam, ditutupi seulas senyum yang semu. Ibarat hologram, kekiri sedih kekanan muram. Biasanya dia suka bercerita, tetapi kini hanya diam menahan sesak. Ditahannya semua sendiri, seolah dunia tak mau mengerti...

Ia mengetuk pintu, lalu pria miliknya membuka dan tersenyum. Ingat betul kalau lelaki itu membentangkan tangan, berharap seseorang memeluknya. Sayangnya, ia hanya masuk, mengabaikan orang yang biasanya ia puja...


Bingung, mau bersikap apa seolah salah. Mau bersedih, takut dia terbebani. Mau tertawa, tak kuat bermain peran. Munafik, tapi tetap dia bersembunyi. Bersembunyi kemana? Ke lorong buntu tanpa tanda di depannya...

Sabtu, 19 Mei 2018

Sepi

Diposting oleh Alda Putri di 21.53 0 komentar
Setiap orang mempunyai kadar kesepiannya sendiri, bahkan ia bisa merasa kesepian ditengah-tengah keramaian hilir mudik dan teriakan anak-anak kecil yang sesekali tertawa. Aku pun begitu dan mencoba belajar menikmatinya sekarang. Aku berjalan sendirian, kesepian memang, tapi aku berusaha melupakan rasa itu. Aku berusaha lebih fokus pada sekelilingku, lingkungan yang sebentar lagi akan kutinggalkan. Tiga tahun hidup di kota ini, sedikit kurang memberikan banyak pelajaran yang mungkin saja tidak kudapatkan kelak...

Jika kita memutuskan untuk memulai hubungan dikarenakan rasa kesepian, kita salah. Kita lupa kalau masih banyak mereka yang tetap merasa kesepian walaupun kekasihnya tak luput mengusap pipinya lembut, dengan senang hati memberikan bahunya untuk tempat mereka menyandarkan kepalanya. Kita lupa kalau rasa kesepian itu kita sendiri yang punya, terkadang tak bisa kita bagi. Jadi kita bisa apa? Berdamailah dengan rasa sepi itu, mencobalah untuk terbiasa...

Sekarang aku memang tengah menikmati benar-benar proses ini, mencoba lebih mandiri kalau memang tak ada dia disampingku. Aku juga mencoba lebih bersabar menunggunya pulang, berharap dia tau rumah mana yang ia datangi untuk pulang. Aku berusaha lebih tegar disini, karena aku yakin ia juga melewati waktu yang tak kalah beratnya disana. Setelah kupikir-pikir, tak ada salahnya hidup sendirian kalau memang pada akhirnya akan bersama...

Kamu yang disana, nyenyak ya tidur di siang bolong? Ibadah terus ya karena tidur sembari puasa? Ingin rasanya berada disana, menyiapkanmu menu bukaan kesukaanmu yang akan memaksa matamu terbuka saat wanginya menyeruak masuk ke dalam kamar. Rasanya rindu kalau mengingat acara masak-memasakku ditemani pelukanmu dari belakang kala itu. Ingin tertawa saja rasanya jika mengingat caramu menaruh dagumu dibahuku yang kemarin sedang mencuci piring yang seabrek-abrek...

Mungkin kemarin aku menangis karena tak kuat jauh darimu, mungkin juga kemarin kamu kewalahan menghadapiku yang terlalu renta kalau dihadapkan dengan absennya dirimu. Sabar ya, inilah aku. Selamat untukmu yang telah memacari perempuan yang selalu memikirkanmu disetiap kegiatannya, perempuan yang mencoba tegar ya walaupun menangis juga karenamu, perempuan yang tak sabar untuk hidup denganmu (10 tahun lagi ya bro)...


NB : Abis ini pasti ada yang bakal ngajuin banding + kasasi gegara kalimat di dalam kurung barusan :P Loveyou honey, missyousomuch :*

Minggu, 13 Mei 2018

Pulang, Pergi..

Diposting oleh Alda Putri di 09.54 0 komentar
Yogyakarta, 10-13 Mei 2018.

Aku baru sempat menulis hari ini, dengan perasaan yang lebih baik ketimbang kemarin. Bagaimana tidak, anniversary kali ini dihadiahi kehadiran kamu beserta kado ultah yang telat. Setiap pagiku rasanya merupakan pagi terbahagia versi bulan Mei, disamping hujan abu Merapi dan teriknya matahari yang menggerogoti kaki. Senyumku tak berhenti mengembang ketika menerima hadiahmu, sepatu olahraga katanya. Laki-laki yang kekeuh menyemangatiku untuk lari pagi, paling keras kepala padahal dia sendiri juga jarang olahraga (FYI, pernah 2x lalu berhenti). Aku juga ingat bagaimana senyummu yang merekah sempurna saat menerima kadoku, ditambah saat membaca surat cinta dariku yang tengah memelukmu erat kala itu. Ya, aku bahagia karena aku mencintai seseorang yang sama besarnya mencintai diriku juga...

"Ikut yuk makan malem sama keluarga mas, Allen aja bawa pacarnya, Bang Edi aja bawa Mbak Linda, Bang Berri juga bawa istrinya sama ponakan mas. Masa mas gabawa pacarnya mas.", "Sayang baru bangun? Beres-beres gih, sejam lagi mas jemput.", "Beb banguunnn, Mama sama Bapak ngajak makan siang lagi." sampai "Nanti ikut yuk nongki di Amplaz bareng temen SMP mas, dia juga bawa pacarnya.", tak pernah gagal mengulas senyumku yang katamu menjengkelkan. Hidupku terlalu berwarna denganmu, terlalu banyak kejutan yang tak ada hentinya mengagetkanku. Aku bahagia, tak peduli akan jauh denganmu setelah ini...

Aku tak pernah lelah mengingatkanmu bahwa aku mencintaimu disini, aku teramat bahagia ketika kau juga merespon dan melakukan hal yang sama. Aku selalu menulis lebih dari ribuan tulisan tentangmu, yang selalu kau baca beberapa minggu setelahnya. Aku bahkan tak rela mengerjap disaat memandangmu lekat-lekat, aku sampai tak ingin jarum jam berputar terlalu cepat saat berada denganmu. Aku tak henti memelukmu sembari menonton Avengers: Infinity War yang terlampau lambat kita tonton. Seakan kau mengerti, kau malah menggenggam tanganku erat sambil mengecup ubun-ubunku. Aku memejamkan mata kala itu, benar-benar mencoba mengingat rasanya sembari bertanya, "Ya Allah, aku mencintainya karenaMu. Bagaimana bisa hatinya berkali-kali patah, bagaimana tega mereka yang membiarkan senyumnya memudar, bagaimana bisa aku menyakiti hati ciptaanMu ini hanya untuk keegoisanku?". Mungkin berlebihan pikirmu, tapi percayalah bahwa di hubungan kali ini, aku benar-benar menyerahkannya semuanya di hadapan Allah. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa tak ada celah bagiku untuk pergi darimu...

Aku mengakui bahwa masa laluku benar-benar meninggalkan penyesalan untukku. Aku tak berbohong kali ini, bahwa aku butuh waktu untuk memulihkan hati yang robek dimakan sepi kemarin itu. Aku benar-benar hancur dikala aku hidup di tengah-tengah cerita buruk tentangku dari mulut laki-laki yang pernah mengisi hidupku. Aku seperti batu yang langsung tenggelam di sungai yang dangkal tanpa sempat meloncat. Semua itu berlalu begitu saja dan aku menemukanmu, menemukan orang yang menjadi alasanku bahwa tak ada yang harus disesalkan. Pasanganmu adalah cerminan dirimu, dan aku percaya itu...

Hari ini aku banyak belajar darimu, aku juga lebih banyak mengenalmu. Aku tertawa berkali-kali melihat bagaimana caramu melirik layar ponselku secepat The Flash disaat berdering, padahal didepanmu tengah disuguhi ramen Sushi Story yang sudah kau idamkan dari berbulan-bulan lalu. Aku tergelitik melihat bagaimana caramu cemburu. Aku merasa nyaman mengingat bagaimana caramu menjaga perasaanku. Aku tersenyum saat memperhatikan caramu menarikku masuk ke dalam duniamu, mengenalkan bagaimana hidupmu di Tangerang, bagaimana lingkungan kantormu, jalan apa yang biasa kau lalui di setiap petang, bagaimana cerita masa kecilmu, teman-teman mana saja yang pernah bermain bersamamu dulu, bagaimana hangatnya keluargamu, sampai bagaimana caramu menunjukkan kepada dunia sepenting apa artiku bagi hidupmu. Aku hampir mengenalmu, utuh...

Dan satu hal yang membuatku bersyukur beribu kali hari ini, bahwa kau selalu menyertakanku disemua keputusan pentingmu. Aku benar-benar tak merasa sendiri disaat kau menceritakan alasan terberatmu untuk mencoba pekerjaan yang membuat kita lebih jauh daripada ini, karena akupun sekarang menjadikanmu alasan disetiap pertimbangan pentingku juga. Insyaallah, kemanapun kita pergi, muara kita nantinya akan selalu bertemu...

Terima kasih sayang untuk beberapa hari ini. Terima kasih telah menjadikanku perempuan yang paling bahagia di dunia. Terima kasih menjadi alasan tangis rinduku di setiap malamnya. Terima kasih karena tak pernah lelah mendengar tangisku. Terima kasih selalu menjaga perasaanku, bahkan disaat tak terlihat olehku. Terima kasih membiarkanku mengenal hidupmu hari ini, masa depanmu, sampai masa lalumu. Terima kasih karena selalu mencium punggung tanganku dan mengecup dahiku setelah aku menyalami tanganmu sebelum pulang. Dan yang terakhir, terima kasih karena selalu berterima kasih, meminta maaf, dan berkata tolong saat berbicara denganku, membiarkanku mengetahui bahwa aku benar-benar dihargai olehmu...


-Tulisan lebih dari 72 jam setelah kepulanganmu, kurang dari 24 jam sebelum kepergianmu... 
 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos