Sabtu, 14 April 2018

Sabtu Malamku, Malam Minggumu.

Diposting oleh Alda Putri di 10.18
Aku baru saja menyesap coklat panasku, sekali, duakali. Hujan baru turun malam ini, mencoba mengelabuhi siang yang tak kalah panasnya. Kurapatkan juga kursiku ke arah meja, kupasang headset menutupi telingaku. Aku kembali masuk ke dalam duniaku, yang tentu hanya ada satu orang yang bisa menyelinap masuk kedalamnya selain aku. Kamu...

Ini bulan ke delapanku jauh darimu, tapi aku masih mengingat betul apa saja yang telah kulewati sebelumnya. Lagi-lagi kuputar lagu Dialog Hujan yang dinyanyikan oleh Senar Senja, lagi-lagi aku kembali ke masa laluku. Mencoba mengingat kenangan kemarin sore, yang mulai mengabur dari lekat ingatan yang begitu menempel, tak beruang sekat. Mencoba mengingat seberapa sering aku tersenyum saat menunggu telponmu, seberapa sering aku menggigit kuku telunjukku karena cemas akan kabarmu, seberapa groginya aku menunggumu keluar dari stasiun, bahkan seberapa sedihnya aku harus meninggalkan kota yang kau huni...

Aku sekarang sedang tersenyum, sambil sesekali menegak coklat tadi yang asapnya kian mengepul. Aku masih tertawa jika mengingat bagaimana aku menahan jantungku agar tak meloncat keluar malam itu. Berkali-kali aku menarik seulas senyum tertahan selama perjalanan sekitar 45 menit dari Yogyakarta menuju Jakarta. Berulang kali kutepuk pipiku yang mulai memerah karena membayangkan bertemu denganmu kala itu. Dan beribu kali aku membiarkan jemariku saling meremas kaku, pertanda cemas yang sedemikian kutahan...

Kembali lagi ke sebulan sebelumnya, aku sekarang tengah mencoba mengingat tiap malam mingguku. Bagaimana aku berbicara denganmu, bersebrangan, berjauhan, tapi tetap saja jantungku berdetak tak karuan. Aku tertawa sendiri, aku berguling kekiri lalu keterusan. Aku terjatuh, tapi aku tertawa. Kenapa tidak? Aku baru saja mengenal lelakiku, baru saja...

Persetan dengan cerita sedih, setiap orang memiliki masa lalu. Tugasku hanya mengisi masa depanmu, porsiku hanya berhak untuk mempelajari kesalahan dari masa lalumu, dengan harapan tak akan kuulang lagi. Jadi kuputuskan menunggumu di perempatan jalan, yang kala itu ditutupi daun kering yang semestinya kusapu bersih. Saat itu yang terpikirkan olehku adalah menunggumu, memayungimu karena hujan turun deras sekali. Tapi ketika aku mengulurkan tangan, kau malah membuang payungnya, lalu memelukku. Kita kehujanan, atau lebih tepatnya kau mengajakku untuk kehujanan bersamamu. Kau ajak aku untuk masuk ke dalam dirimu, masuk ke dalam kesedihan yang selama ini kau tutupi. Menyuruhku melengkapi, menutupi setiap lubangnya yang retak kesana kemari...

Aku mengenalmu, perlahan, lebih lambat dari pasangan pada umumnya. Kaupun begitu, menerimaku lebih lamban dari seekor Flash, kukang lemot yang ada di kartun Zootopia. Tapi semuanya mengalir bukan? Semuanya berjalan mengikuti arusnya, kan? Aku membiarkan dirimu menyesuaikan, karena aku yakin sungai deras kita akan bermuara. Ia akan berhenti di sebuah titik, dimana hati kita akan selaras, pikiran kita akan sejarak...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Signatures of Blossom Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos