Lampung - Serang
Pelabuhan Bakauheni, 8 Juni 2019.
Sepanjang jalan aku hanya mendengarkan lagu, melalui earphone merah mudaku, menunggu kapal bersandar di Pulau Jawa. Tak sengaja terputar lagu Sebuah Kisah Klasik yang dinyanyikan kembali oleh Rendy Panduga, mengajakku menceritakan cerita kita kemarin. Kemarin, 2 tahun yang lalu...
Aku masih ingat, lagu ini mengalun menelisik di tengah jemari yang menggenggam malu. Pertama kali bertemu, langsung bergegas menuju Jatinegara menjemput 2 temanku. Malam sudah larut kala itu, tapi mataku terasa kebas akan rasa kantuk. Jalanan pun sepi, bahkan sanggup mendengar degup jantungku yang terkadang berdetak terkadang tidak..
Aku masih polos kemarin, masih percaya kalau kesempurnaan itu ada. Wah, hariku amat lengkap, bertemu lelaki yang masih kuanggap amat sempurna pula. Kususuri Kota Jakarta yang masih asing, masih kosong tanpa kenangan. Kita isi satu persatu, tempat yang menurutku selalu ramai memekakkan telinga. Bahagia rasanya, tersungguh amat sangat..
Tapi ternyata aku belum mengenalmu sepenuhnya, atau setidaknya belum cukup mengenal gelapmu. Ekspektasiku sungguh tinggi, sampai terkaget-kaget melihatmu. Inginku meraihmu teramat memuncak, sehingga kebas dan ingin melepas. Maka dari itu, setelah beribu kejadian kemarin, aku berhenti menggenggam erat..
Hahaha, aku masih menggenggammu erat sepertinya, tetapi sembari melepas sekena. Mungkin hatiku tak sepanas degup jantungku saat kita mengitari langit Bandung, mengecup perlahan lalu pura-pura lupa, memeluk seerat dan melihat punggungmu kian jauh. Berkali-kali aku melihat pundakmu yang beriringan, kamu, sekarang sudah menjadi lelakiku..
Aku belajar patah hati, lalu bangkit dengan orang yang sama, yaitu hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Aku selalu kabur jika ditampar, berlari berpindah kota dan berharap kota itu menyimpan lelaki baru yang bisa membahagiakanku. Aku belajar tersapu pasir abu, karena air asin tak mampu mengurainya. Aku, belajar, dengan orang yang sama, sama-sama menyakiti lalu membahagiakan..
Tapi aku bersyukur karena kau telah menemukanku, Tuhan takkan pernah salah. Selalu ada maksud, selalu ada tujuan, dan aku sekarang mulai mengerti mauNya. Mungkin semua ini yang harus kubayar karena pernah menyakiti siapapun itu, sampai aku sadar kalau aku telah kehilangan dia berwindu-windu lalu..
Sekarang, aku, lagi-lagi telah pindah. Pindah ke Ibukota Jakarta yang kemarin sempat kosong, kini terisi. Tak ada satu sudutpun tanpa kenanganmu. Jujur saja, aku masih belum nyaman dengan kota ini. Masih tergerus rasanya hatiku mendengar kota Jogja. Aku rindu, rindu Jogjaku..
Ya beginilah hidup, pertemuan dan perpisahan itu biasa, setidaknya itu kata Mama. Semua membuat kita teguh, mendewasakan, dan memberi ritme. Aku mungkin perlu memutar beberapa kali radioku yang usang untuk menemukan frekuensiku. Aku mungkin perlu jatuh berkali-kali sampai akhirnya aku berdiri di ujung dunia. Apapun itu, aku ikhlas dan siap sakit bahkan patah hati berkali karenamu..
Blog ini ditutup dengan lagu Dialog Hujannya Senar Senja, makin kalutlah pikiranku sekarang. Aku tak bisa menangis lagi, sudah lama hatiku membatu. Hatiku mati rasa akan cerita lalu, karena sudah diobati dengan tawa kita dan kepercayaanku. Mau saja rasanya memberimu sekejap, tapi masih remuk. Semoga waktu kian menyembuhkan kita, karena aku juga cacat..
Aku juga tak lengkap, dan berharap kau lengkapi. Mungkin aku, dan kamu, merasa ketakutan kemarin. Mungkin juga kita masih berlari-lari mencari jati pada diri satu sama lain. Pada akhirnya, sekarang, kita mulai menemukan, alasan kenapa kamu yang terpilih bukannya dia, dan aku yang terpilih bukan lainnya. Aku menunggu, menunggu segala suatu berubah menjadi indah, seperti katamu..
Dengan cinta dan kesetiaanku..
Teruntuk,
Masku yang nyebelin <3